
Lines Gunungkidul : Focus Group Discussion (FGD) menuju Muswil 7 yang dilaksanakan secara daring oleh DPW LDII Yogyakarta diikuti DPD LDII Kabupaten Kota se Daerah Istimewa Yogyakarta (31/7)
Kegiatan tersebut dihadiri sekaligus pemateri dalam FGD Didik Wardaya,SE,M.Pd Kepala Dikpora DIY, Gusti Kanjeng Ratu Bendara Ketua BPPD DIY, Dr. Drs.Basseng, M.Ed Koordinator Bidang Pendidikan DPP LDII dan Prof.Dr.Ki Supriyoko, M.Pd Direktur Pasca Sarjana UST Yogyakarta hadir juga Hanik Rosyada Komisi Pendidikan MUI Kabupaten Sleman.
Dalam sambutanya ketua DPW LDII Dr. Wahyudi MS menyatakan dalam menyongsong banjirnya generasi emas di tahun 2045 kita perlu mempersiapkan generasi yang berkarakter berbudi luhur.
Menurutnya karakter-karakter yang mendukung terwujudnya tri sukses pembinaan generasi sehingga dapat menjadikan generus alim faqih yang tentunya faham agama, memiliki akhlaqul karimah berbudi pekerti yang luhur, dengan arus globalisasi yang telah membawa pengaruh semakin menipisnya etika sopan santun dan merosotnya rasa hormat terhadap orang tua, murid kepada gurunya dan masih banyak contoh perubahan karakter generasi pada zaman global ini, kemudian generasi harus memiliki keterampilan untuk bisa hidup mandiri sehingga mendapatkan hasil sebagai modal untuk memperjuangkan hidup dan kehidupanya kelak tuturnya.
Sementara Gusti Kanjeng Ratu Bendara mengapresiasi kegiatan ini sangat bermanfaat sekali apa lagi sangat erat hubungannya dengan budaya dan karakter generasi muda sekarang ini.
Dicontohkan oleh Kanjeng Ratu “budaya berawal dari keluarga yaitu dengan pentingnya budaya lokal, Kajeng Ratu menyampaikan budaya itu tidak ada yang kuno hanya saja bungkusnya yang kuno. “Contohnya unggah ungguh yang dilakukan oleh anak muda ketika menaiki sepeda tinggi kemudian ada orang tua lewat anak muda turun dari sepeda tinggi itu dan mengucapkan Nderek Langkung, itu merupakan suatu karakter atau unggah-ngguh dalam berbudaya pergaulan ungkapnya”.
Lebih lanjut diungkapkan termasuk dengan bahasa, “semua daerah mempunyai ragam budaya dan bahasa yang perlu dilestarikan termasuk ritual-ritual kebudayaan di contohkan di Jogja ada tingkatan bahasa terhadap orang tua seperti bahasa jawa kromo,ngoko dan kromo inggil, sedangkan tatakrama atau unggah ungguh dibangun untuk menempatkan seseorang pada posisi dirinya pungkasnya”.