Jakarta (16/7). Maraknya kampanye komunitas lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT) di dunia, khususnya di Asia Tenggara membuat ormas-ormas Islam khawatir. DPP LDII dengan tegas menolak kampanye LGBT, dan meminta pemerintah dan DPR membuat aturan mengenai pelarangan aktivitas LGBT.
Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso pun prihatin, bahwa kampanye LGBT didukung pula oleh lembaga-lembaga internasional dengan dalih penghormatan kepada Hak Asasi Manusia (HAM) dan kebebasan individu. Padahal di Indonesia, aktivitas homoseksual yang identik dengan LGBT dilarang negara.
“Kegiatan itu memprihantinkan. Apalagi negara hanya punya Pasal 414 KUHP mengenai larangan perbuatan cabul sesama jenis ataupun beda jenis. Ini belum cukup untuk melarang aktivitas LGBT. Mereka telah bergerak dalam ranah politik, bukan hanya sekadar kampanye mengenai hak-hak mereka,” ujar Ketua Umum DPP LDII KH Chriswanto Santoso.
KH Chriswanto menunjukkan contoh bagaimana LGBT menjadi gerakan politik, untuk dipaksakan menjadi kenormalan di tengah masyarakat, “Di Eropa dan Amerika Serikat, Anda menghina agama lain ataupun membakar kitab suci adalah kebebasan beragama. Tapi mengkritik LGBT dianggap sebagai ujaran kebencian,” tegas KH Chriswanto.
Menurutnya, peraturan yang lebih mendukung gerakan LGBT, karena pelakunya masuk ranah politik untuk mengatur kebijakan. Ia meminta umat beragama di Indonesia, terutama umat Islam mewaspadai gerakan LGBT yang masuk ke dalam partai politik atau menjadikan elit politik corong kampanye kelompok itu. Ia mengatakan, parpol-parpol yang mendukung LGBT dapat dilihat dari sikap mereka di media sosial.
“Ada alasan kuat mengapa kami menolak LGBT. Pertama semua agama Samawi telah menjelaskan keharaman LGBT, bahkan menyontohkan azab yang keras dari Allah bagi pelaku LGBT di Sodom. Bahkan LGBT sangat bertentangan dengan Pancasila, terutama Sila Pertama mengenai Ketuhanan Yang Maha Esa,” ujarnya.
Para pelaku LGBT menolak realitas, bahwa Allah yang Maha Esa menciptakan umat manusia terdiri dari dua jenis, “Inilah yang membuat kami menegaskan LGBT bertentangan dengan bukan hanya agama, tapi Pancasila,” imbuh KH Chriswanto Santoso. Mereka menolak realitas ciptaan Tuhan, dengan mempolitisasi hak asasi manusia agar mereka bisa diterima.
Dampak lain dari LGBT adalah merusak generasi muda, apalagi anak-anak yang diadopsi oleh pasangan LGBT, “Apa yang mereka lihat sejak anak-anak akan terekam, yang berpotensi merusak pola pikir meraka bahwa prilaku LGBT adalah kenormalan dan hak asasi manusia,” tegasnya.
Hal senada diungkapkan Ketua Departemen Pendidikan Keagamaan dan Dakwah (PKD) DPP LDII, KH Aceng Karimullah. Menurutnya, LGBT bertentangan dengan semua agama Samawi, “Kegunaan agama adalah menjaga keberlangsungan manusia. Bermula dari Adam dan Hawa dan berkembang sampai sekarang,” tegasnya.
Menurut KH Aceng, prilaku LGBT dari situ sudah bertentangan dengan agama. Bahkan dari segi kesehatan menjadikan penyakit, yang sebelumnya tidak pernah ada lalu merajalela akibat dari perbuatan menyimpang.
Untuk tindakan preventif fenomena LGBT, ia menambahkan, bahwa umat Islam harus berpegang teguh kepada Alquran dan Alhadits, dimulai dari diri sendiri dan keluarga. “Jika lingkungan sendiri dan keluarga sudah kuat dan bersih, maka akan berkembang untuk menyelamatkan kemanusiaan,” ujarnya. Sebaliknya jika tidak mampu menjaga lingkungan dan keluarga, maka timpaan azab menimpa manusia di sekitarnya.
Sebagai informasi, Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa pada 9 Juni 2016, memenangkan pemerintah Prancis yang membatalkan perkawinan sejenis Chapin dan Charpentier. Pengadilan HAM itu memutuskan pernikahan homoseksual adalah melanggar hukum.
Dengan keputusan tersebut, Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa mengingatkan, dengan suara bulat, bahwa Konvensi Hak Asasi Manusia Eropa tidak memasukkan hak untuk menikah bagi pasangan homoseksual, demi menghormati kehidupan pribadi dan keluarga.
Pengadilan HAM itu juga memutuskan bahwa pengertian keluarga tidak hanya mencakup “konsep tradisional tentang pernikahan, yaitu penyatuan antara laki-laki dan perempuan”, namun juga memutuskan agar pemerintah tidak dibebani untuk mengizinkan pernikahan homoseksual.
Artinya, di Eropa pun dengan tinjauan filosofis dan antropologis yang didasarkan pada tatanan alam, akal sehat, laporan ilmiah, dan tentu saja hukum positif, pernikahan homoseksual terlarang dan dilarang.(*)